Tidak ada yang lebih aku sesali dari pada penyesalanku terhadap hari dimana ketika matahari tenggelam, sementara umurku berkurang tetapi amalku tidak bertambah (Abdullah bin Mas'ud).

Sabtu, 28 November 2009

Kisah Seorang Wanita yang Bertaubat

Imran bin al-Husain al-Khunza radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwa ada seorang wanita dari Juhainah yang datang kepada Rasulullah Shollallahu alayhi wa Sallam falam keadaan hamil karena berzina.

Ia berkata, “Wahai Rasulullah! Aku telah melanggar batas. Maka tegakkanlah hukum terhadapku.”

Kemudian Nabi memanggil salah seorang walinya agar memperlakukannya dengan baik. Beliau berkata, “Perlakukan dia dengan baik. Jika ia telah melahirkan maka bawalah dia kepadaku.” Maka ia melakukannya. Nabi pun memerintahkan untuk menghadirkan wanita tersebut. Lalu bajunya diikatkan pada tubuhnya. Lalu beliau memerintahkan agar wanita itu dirajam. Lalu Rasulullah menshalatkannya.

Umar radhiallahu ‘anhu berkata kepadanya, “Apakah engkau menshalatkan dia wahai Rasulullah? Sedangkan ia telah berbuat zina?”

Rasulullah bersabda, “Ia telah melakukan taubat dengan taubat yang apabila dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, niscaya merea semua akan mendapatkan bagian. Apakah engkau mendapatkan keadaan yang lebih baik daripada ia yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah?”

(HR. Muslim)

Menikah Karena Agamanya

Yahya bin Yahya an Naisaburi menceritakan: ”Suatu hari, ada seorang lelaki mendatangi Sufyan dengan berkata : ’Wahai , Aba Muhammad (yang dimaksud adalah Sufyan). Aku ingin mengadukan kepadamu tentang keadaan istriku. Aku menjadi lelaki yang paling hina dan rendah dimatanya”.

Maka Sufyan menggeleng-gelengkan kepala heran, dan kemudian berujar : ”Mungkin, keadaan itu muncul karena engkau menikahainya untuk meraih kehormatan?”

Lelaki itu pun mengakuinya: ”Ya, betul wahai Aba Muhammad”.

Sufyan lalu berpesan: ”Barang siapa pergi karena mencari kehormatan, niscaya akan diuji dengan kehinaan. Barangsiapa mengerjakan sesuatu lantaran dorongan harta, niscaya akan diuji dengan kefakiran. Barang siapa bergerak karena dorongan din, niscaya Allah akan menghimpun kehormatan dan harta bersama dinnya”.

Berikutnya, Sufyan mulai berkisah :”Kami adalah empat bersaudara, Muhammad, Imran, Ibrahim, dan aku sendiri. Muhammad adalah kakak sulung., Imran anak bungsu. Sedangkan aku berada di tengah-tengah. Tatkala Muhammad ingin menikah, ia menginginkan kemuliaan nasab. Maka ia menikahi wanita yang lebih tinggi status sosialnya. Kemudian Allah mengujinya dengan kehinaan.

Sedangkan Imran, (saat menikah) ingin mendapatkan harta. Maka ia menikahi wanita yang lebih kaya dari dirinya. Allah kemudian mengujinya dengan kemiskinan. Keluarga wanita mengambil seluruh yang dimilikinya, tidak menyisakan sedikitpun. Aku pun merenungkan nasib keduanya. Sampai akhirnya Ma’mar bin Rasyid datang menghampiriku. Aku pun berdiskusi dengannya. Aku ceritakan kepadanya peristiwa yang menimpa para saudaraku. Ia mengingatkanku dengan hadits Yahya bin Ja’daj dan hadits ’Aisyah.
Hadits Yahya bin Ja’dah yang dimaksud, yaitu sabda Nabi Shollallahu ’alayhi wa sallam:”Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, status sosialnya, kecantikannya dan dinnya. Carilah wanita yang beragama, niscaya tanganmu akan beruntung”.

Sedangkan hadits ’Aisyah, Nabi Shollallahu ’alayhi wa Sallam bersabda :Wanita yang paling besar berkahnya adalah waniya yang paling ringan beban pembiayaannya”
Maka, aku memutuskan untuk memilih bagi diriku (wanita yang) memiliki din dan beban yang ringan untuk mengikuti Sunnah Rasulullah Shollallahu ’alayhi wa sallam. Allah menghimpunkan bagiku kehormatan dan limpahan harta dengan sebab agamanya”.
Itulah salah satu hikmah yang muncul dari lisannya. Tidak sedikit untaian hikmah dari Sufyan yang mencerminkan kedekatannya dengan Al Khaliq, Allah Subhaanahu wa Ta’Ala.

Sumber : Jilbab.or.id

Pengaruh Diterimanya Shadaqah Meskipun Diserahkan pada Orang yang tidak Semestinya

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dala kitab shahihnya (nomor hadist 1421) dari Abu Hurairah Radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Seseorang mengatakan:”Benar-benar aku akan bershadaqah”. Maka ia keluar membawa shadaqahnya lalu meletakkan di tangan seorang pencuri.

Esoknya orang-orang memperbincangkan:”sSeorang pencuri sudah diberi shadaqah”.

Ia berkata: Ya Allah,hanya bagi-Mu lah segala pujian.Sungguh aku akan bershadaqah lagi”. Ia pun keluar membawa shadaqahnya lagi kemudian menyerahkannya di tangan seorang wanita pelacur.

Paginya mereka berkata:”Semalam seorang pelacur diberi shadaqah”.

Ia berkata:”ya Allah hanya bagi-Mulah semua pujian bagi pelacur!Sungguh-sungguh aku akan bershadaqah”.Ia pun keluar membawa shadaqah dan meletakkannya di tangan seorang kaya”.

Paginya mereka mengatakan:”Seorang kaya telah diberi shadaqah”.

Ia berkata:”Ya Allah,hanya milik Engkau-lah segala pujian,atas pencuri,pelacur,dan atas orang kaya”.

Orang itu didatangkan dan dikatakan padanya:”Adapun shadaqahmu kepada pencuri bisa membuat pencuri ia berhenti dari perbuatannya itu.Ada pun kepada pelacur semoga ia menahan diri dari perbuatan zinanya,dan ada pun kepada seorang kaya barangkali ia mau mengambil pelajaran lalu menginfakkan sebagian hartanya yang Allah anugrahkan kepadanya”.

Kamis, 19 November 2009

Kisah Seorang Raja yang Meninggalkan kekuasaannya dan Lebih Memilih Berkosentrasi Untuk Ibadah

Imam Ahmad dalam musnadnya meriwayatkan hadist yang dishahihkan Albani dalam Silsilah Ahadist Shahihah (no. hadist 2833) dari Abdullah bin Mas’ud secara marfu’.

“Ada seorang raja yang tinggal di istananya, ia merenung. Ia sadar bahwa kerajaannya itu pasti hilang dan kedudukannya tersebut telah melalaikan dirinya dari ibadah kepada Rabb-nya. Kemudian pada suatu malam dengan diam-diam dia pergi meninggalkan istana dan pagi harinya ia telah berada di daerah kekuasaan raja lain. Ia menunju ke pantai. Di tempat itu dia bekerja sebagai pembuat batu bata dengan imbalan upah, yang digunakan untuk makan dan menshadaqahkan selebihnya. Keadaan itu terus berlangsung sehingga keadaan,ibadah dan kedermawananya dilaporkan pada raja mereka.

Raja mengirim utusan kepadanya supaya menghadap,namun ia menolak. Berkali-kali raja memanggilnya namun ia tetap enggan menghadap,dan berkata:”Ada urusan apa antara aku dan dia:”Akhirnya rajalah yang berkenan datang dengan mengendarai kendaraan. Ketika melihatnya orang tersebut berpaling dan lari. Melihat hal tersebut raja itu pun lari kencang mengejarnya namun tidak bisa menyusul.

Akhirnya raja memanggil:”Wahai hamba Allah,sungguh aku tidak bermaksud buruk kepadamu”. Orang itu pun berhenti,berdiri sampai raja menyusulnya,lalu berkata padanya:”Siapa nama anda? Semoga Allah merahmati anda.”Ia menjawab:”Fulan bin Fulan bin Fulan raja kerajaan….aku telah merenukan diriku lalu aku sadar bahwa kekuasaan yang aku miliki pasti akan hilang. Sungguh kerajaan ini telah menyibukkanku dari beribadah kepada Rabb-ku. Maka aku tinggalkan dan datang ke tempat ini untuk beribadah kepada Rabb-ku. Raja berkata:”Anda tidak lebih butuh terhadap apa yang anda lakukan dibanding diriku”.Selanjutnya ia turun dari kendaraannya dan melepas hewan tersebut. Kemudian mengikuti orang itu. Kedua orang tersebut sama-sama beribadah kepada Allah kemudian berdo’a kepada-Nya agar mewafatkan mereka berdua. Akhirnya keduanya meninggal.

Ibnu Mas’ud bekata: “Seandainya sedang berada di tanah berpasir di Mesir aku akan memperlihatkan kubur keduannya kepada kalian berdasarkan cirri-ciri yang disebutkan Rasulullah”.

Sumber : “Kisah yang Dikisahkan oleh Nabi”

MENGEJAR AMPUNAN DI HARI ARAFAH

Dituturkan oleh Ummul Mu’minin Aisyah bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:

“Tidak ada suatu hari yang Allah lebih banyak membebaskan seseorang dari api Neraka melainkan hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat dan berbangga di hadapan malaikatnya seraya berkata: Apa yang mereka inginkan?”(HR. Muslim,1348).
Selanjutnya dari Abu Qatadah bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wassalam ditanya tentang puasa Arafah, beliau menjawab :

“Puasa Arafah menghapus dosa tahun lalu dan tahun yang akan datang”(HR. Muslim,1662).

Ketahuilah bahwa hari Arafah merupakan hari yang penuh dengan keutamaan pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini. Karena hari Arafah adalah hari pengampunan dosa, hari bagi jemaah haji untuk wukuf, dan dianjurkan bagi yang tidak berhaji untuk berpuasa pada hari itu. Hari itu adalah hari penyempurnaan agama dan nikmat yang agung kepada umat islam. Hingga mereka tidak butuh agama selainnya. Allah menjadikan agama islam sebagai agama penutup dari ummat ini, tidak diterima agama apapun selain islam.

Dari ‘Umar bin Khaththab bahwasanya seorang Yahudi yang berkata padanya,”Wahai Amirul Mu’minin, sebuah ayat dalam kitab kalian yang kalian membacanya, andaikata ayat itu turun kepada kami,niscaya hari turunnya ayat itu akan kami jadikan hari raya.” ‘Umar bertanya,”Ayat apa itu?” Dia menjawab,”Firman Allah yang berbunyi :

“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu agamamu.”(QS. Al-Maidah (5) : 3).

‘Umar kembali berkata,”Sungguh kami mengetahui hari dan tempat turunya ayat itu, ayat itu turun kepada Nabi kita dan dia sedang berdiri di Arafah pada hari jum’at.”(HR. Bukhari,45.Muslim,3017).


Sumber : Ensiklopedi Amalan Sunnah di bulan Hijriah, karya Abu ‘Ubaidah Yusuf as Sidawi dan Abu‘Abdillah Syahrul Fatwa.