Tidak ada yang lebih aku sesali dari pada penyesalanku terhadap hari dimana ketika matahari tenggelam, sementara umurku berkurang tetapi amalku tidak bertambah (Abdullah bin Mas'ud).

Sabtu, 19 Maret 2011

Urgensi Tauhid

Tersebutlah seorang syaikh yang telah menulis sebuah kitab yang menjelaskan tentang urgensi tauhid. Dia menjelaskannya kepada para muridnya dan terus mengulang-ulang pembahasannya. Suatu hari murid-muridnya berkata, “Wahai Syaikh, kami berharap Anda mau mengganti pelajaran yang Anda sampaikan kepada kami dengan materi-materi yang lain, seperti kisah, sirah, dan sejarah.

Syaikh itu menanggapi, “Insya Allah akan saya pertimbangkan.” Keesokan harinya dia keluar menemui murid-muridnya dengan wajah yang menyiratkan kesedihan dan beban pikiran. Merekapun bertanya tentang hal yang menyebabkan beliau bersedih. Dia menjawab, “Aku mendengar bahwa seorang warga kampung tetangga menempati rumah baru, dia merasa takut diganggu jin, lalu dia menyembelih seekor ayam jantan di ambang pintu untuk mendekatkan diri kepada jin, dan aku telah mengirim seseorang untuk mencari kebenaran berita tersebut.”

Ternyata para muridnya tidak bereaksi apapun mendengar berita tersebut. Mereka hanya berdoa memintakan hidayah bagi orang tersebut, dan mereka hanya terdiam.

Keesokan harinya syaikh kembali menemui mereka, dan berkata: “Kami telah mendapatkan kejelasan berita tersebut, ternyata peristiwanya tidak seperti yang aku dengar. Lelaki tersebut tidak pernah menyembelih seekor ayam jantan untuk mendekatkan diri kepada jin, tapi yang dilakukannya adalah berzina dengan ibunya.”

Kontan mereka gempar dan marah. Mereka mencaci-memaki dan mengoceh banyak. Mereka berkata, “Perbuatannya harus digugat, dia harus dinasihati, dia harus dihukum.” Dan banyak lagi umpatan mereka.

Kemudian syaikh berkata, “Sungguh aneh kalian ini. Begitukah reaksi kalian mengingkari orang yang terjerumus dalam satu perbuatan dosa besar padahal perbuatan itu tidak mengeluarkan nya dari Islam. Tapi kalian tidak mengingkari orang yang terjerumus dalam kemusyrikan, menyembelih untuk selain Allah Azza wa Jalla, dan mengalamatkan ibadah kepada selain Allah Azza wa Jalla?”

Murid-muridnya terdiam. Kemudian syaikh menunjuk salah seorang dari mereka sambil berkata, “Bangun dan ambilkan kitab tauhid, kita akan membahasnya dari awal!” Syirik adalah dosa yang paling besar. Allah Azza wa Jalla tidak mengampuni perbuatan syirik selamanya selagi pelakunya tidak mau bertaubat.

Allah Azza wa Jalla berfirman: “sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar.” (QS Luqman (31) : 13)


Dan surga diharamkan bagi para pelaku kemusyrikan. Kaum musyrikin akan kekal selamanya dalam neraka.

Allah Azza wa Jalla berfirman:“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun.” (QS
Al-Ma’idah (5) : 72)

Dan barangsiapa berbuat syirik, maka kemusyrikannya akan menghancurkan semua ibadahnya, shalatnya, puasanya, hajinya, jihadnya dan sedekahnya.

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu : "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Az-Zumar [39] : 65)

Sumber: Irkab Ma’anaa (terjemahan Indonesia: Bahtera Tauhid; Kumpulan Hikmah dan Kisah seputar Tauhid) oleh: Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al-Ariifi, Penerbit: At-Tibyan, hal. 40 -43.
Disalin Dari : Untaian Mutiara Hikmah Vol 1/I, Edisi Juni 2009
http://www.raudhatulmuhibbin.org/

Sehingga Aku Menyesal

Mush’ab bin Muhammad bin Mush’ab berkata, Abu Muhammad al-Marwazi datang ke Baghdad, dia hendak menunaikan ibadah haji ke Makkah, aku ingin menyertainya dalam perjalanannya ini, aku menemuinya dan meminta izin menyertainya namun dia tidak mengizinkanku di tahun tersebut.

Setahun kemudian dia datang lagi dan aku memintanya berkenan mengizinkanku menyertainya, kali ini dia menjawab, “Dengan syarat, salah seorang dari kita menjadi pemimpin bagi yang lain dan yang dipimpin tidak boleh membantah.” Maka aku berkata kepadanya, “Engkaulah yang menjadi pemimpin.” Dia menjawab, “Engkau pemimpin.” Aku berkata, “Engkau lebih tua dan lebih berilmu.” Dia berkata, “Bila demikian maka jangan membantahku.” Aku menjawab, “Baik.”

Lalu kami berangkat, setiap kali waktu makan tiba, dia selalu mendahulukanku, bila aku menyatakan ketidaksetujuanku, maka dia berkata, “Bukankah aku sudah menetapkan syarat atasmu agar tidak membantah?” Hal ini berlangsung terus sehingga aku menyesal pergi bersamanya karena dia lebih mementingkan diriku daripada dirinya.

Suatu kali saat kami hampir masuk Makkah, hujan turun dengan deras, kami berteduh di bawah batu besar yang didirikan sebagai rambu bagi para musafir, dia memintaku duduk di pangkal batu, sementara dia sendiri berdiri membungkukkan badannya melindungiku dari hujan sehingga tubuh basah kuyup, melihat itu aku menyesal menyertainya dalam perjalanan ini, karena dia rela mengorbankan dirinya demi diriku dan aku tidak bisa membantahnya karena terikat dengan syarat yang kami sepakati sebelumnya. Peristiwa seperti ini terus terjadi dengan kami sampai kami masuk Makkah.


sumber:alsofwah

KISAH NYATA YANG MENGAGUMKAN

‘Ali bin ‘Abdullah ad-Farbi berkata : “Diantara cerita yang paling berkesan kepadaku adalah, ada empat orang dari salah satu lembaga bantuan (kemanusiaan) di Kerajaan Arab Saudi diutus untuk menyalurkan bantuan di pelosok hutan Afrika. Setelah berjalan kali selama empat jam dan setelah lelah berjalan, mereka (4 orang utusan ini, pent.) melewati seorang wanita tua di salah satu kemah dan mengucapkan salam kepadanya lalu memberikannya bantuan.

Wanita tua itu bertanya kepada mereka : “Kalian dari negara mana?”

Mereka pun menjawab : “Kami dari Kerajaan Arab Saudi.” Lalu wanita tua itu berkata : “Sampaikan salamku untuk Syaikh Ibnu Baz.”

Mereka bertanya, “Semoga Alloh merahmati Anda, bagaimana Ibnu Baz bisa mengenal Anda sedangkan Anda berada di lokasi yang terpencil dan jauh ini?”

Wanita renta itu menjawab : “Demi Alloh, sesungguhnya beliau (Syaikh Ibnu Baz) mengirimkan uang 1000 real kepadaku setiap bulan setelah aku mengirimkan sepucuk surat kepadanya untuk memohon bantuan dan pertolongan setelah (meminta) pertolongan Alloh Azza wa Jalla.”


Oleh : Abu Salma

(Tabloid Al-Madinah no 12182) Dialihbahasakan secara bebas dari : Kullassalafiyin

IMAM AL-BUKHARI


Mata al-Bukhari tidak bisa melihat sejak kecil. Suatu malam ibunya mimpi bertemu dengan Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam. Kemudian Nabi Ibrahim berkata, "Wahai Ibu, kini Allah telah mengembalikan penglihatan anak lelakimu dengan sebab seringnya ibu menangis dan berdoa." Benar, pada pagi harinya kami mendapati mata al-Bukhari tidak buta lagi.

Al-Bukhari mengisahkan dirinya sebagai berikut, "Ketika aku di usia menghafal al-Qur'an, aku sudah mulai pula menghafal hadits. Saat itu, ada yang bertanya kepadaku, 'Ketika itu berapa umurmu?' Aku menjawab, '10 tahun atau kurang sedikit.' Aku sudah menyelesaikan hafalan al-Qur'an pada usia 10 tahun. Suatu hari ada seorang Syaikh meriwayatkan sebuah hadits, katanya, 'Dari Sufyan, dari Abu Zubair dari Ibrahim.' Maka seketika itu aku katakan, 'Sesungguhnya Abu Zubair tidak pernah meriwayatkan hadits dari Ibrahim.' Maka dia mencelaku, lalu aku katakan padanya, 'Coba lihat ulang catatan aslinya.' Kemudian beliau masuk ruangan untuk mengecek ulang catatannya. Setelah keluar dari ruangan tersebut beliau bertanya kepadaku, 'Bagaimana yang benar wahai anakku?' Aku jawab, 'Dari az-Zubair bin Adi dari Ibrahim.' Lalu Syaikh tersebut mengambil pena dan menulis periwayatan hadits dariku serta mengoreksi tulisannya. Syaikh tersebut berkata, 'Kamu benar.' Ada yang bertanya kepada al-Bukhari, 'Berapa usiamu ketika membantah Syaikh tersebut?' Aku jawab, '11 tahun.'

Dan menjelang usia 16 tahun aku telah hafal buku-buku karya Ibnul Mubarak dan Waki’. Aku juga menguasai pendapat Ahlu Ra'yi. Hingga suatu ketika, aku, Ibuku dan adikku yang bernama Ahmad pergi ke Makkah. Setelah selesai menunaikan ibadah haji, Ibu dan adikku pulang ke negeriku sementara aku tinggal di Makkah untuk belajar hadits." Sumber : Tahdzibul Kamal, 1169; as-Siyar, 12/393.


Dinukil oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim
Sumber: www.alsofwah.or.id

Manfaat Menikah bagi Kesehatan

WELLINGTON- Jika anda berpikir pernikahan adalah penjara bagi kebebasan dan membuat sakit jiwa, sebaiknya anda harus merubah pikiran itu. Karena pernikahan tidak hanya berupa penyatuan dua insan manusia, tetapi jauh lebih dari itu adalah manfaat besar terhadap kesehatan bagi yang melakukannya.

Sebuah studi internasioal di Selandia baru menyimpulkan bahwa pernikahan sangat baik pengaruhnya terhadap kesehatan seseorang. Penelitian ini melibatkan 35.000 responden dari 15 negara.

Menurut hasil studi yang dirilis di Jurnal Psychological Medicine Inggris, Selasa (15/12), pernikahan mampu memberikan jaminan kesehatan mental baik sisi laki-laki mapun pihak perempuan. Selain itu, juga mengurangi risiko kemungkinan gangguan mental seperti depresi, kecemasan hingga penyalahgunaan zat seperti narkoba.

Studi ini merupakan yang pertama di dunia yang langsung dipimpin Kate Scott dari Universitas of Otago. Para peniliti berdasarkan standar hasil survei dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) melakukan survei kesehatan mental ke sejumlah negara berkembang.

"Sebaliknya, ditemukan perpisahan, perceraian atau menjanda sangat berkaitan dengan peningkatan risiko gangguan kesehatan mental kedua belah pihak, baik laki-laki mapun perempuan. Khususnya penyalahgunaan zat bagi perempuan dan depresi untuk pria," kata Kate Scott dalam jurnal tersebut.

Pada sisi negatifnya, penelitian menunjukkan bahwa mengakhiri perkawinan dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental. Nah, bagi yang belum menikah segeralah menikah sebelum punah karena tidak memiliki keturunan.(fuz/jpnn).

Jilbab Menjagaku Dari Makanan Haram

Seorang ibu, sebut saja namanya Bu Nur berada di kawasan Changi Airport Singapura untuk terbang menuju Jakarta. Sambil menunggu keberangkatan pesawat yang masih cukup lama, perut yang sudah keroncongan memaksanya mencari makanan untuk sekedar pengganjal perut. Tak jauh dari tempatnya berdiri, Bu Nur melirik sebuah toko kue yang memajang rapi keu-kuenya. Ah, kayaknya kue di sini aman dimakan, gumamnya dalam hati. Tak ada tanda halal tertera di depan toko namun tak ditemukannya menu daging-dagingan seperti roti berisi ayam, sapi, apalagi babi yang dijual di toko itu. Lagipula masyarakat muslim di Singapura cukup banyak jumlahnya tentu keberadaan makanan halal jadi pertimbangan tersendiri bagi pemerintah setempat, tambahnya meyakini diri sendiri. Maklumlah Bu Nur cukup sering bolak-balik ke negeri merlion ini sehingga sedikit banyak tahu keadaan di Singapura. Ia pun segera menghampiri etalase dan menunjuk sebuah kue yang terlihat enak kepada pramuniaga yang bermata sipit. Tak disangka, pramuniaga itu berkata,”Sorry ma’am you can’t eat that cake ‘cos it contains alcohol.” (ma’af bu, anda tidak dapat memakan kue itu karena mengandung alcohol) Ups! Dugaanku salah rupanya, pikir Bu Nur dalam hati. ”Thank you for telling me (terima kasih karena telah memberitahuku)”, balas Bu Nur kepada pramuniaga tadi. Akhirnya ia melanjutkan langkahnya ke ruang tunggu dengan perut yang masih berbunyi nyaring. Rasa lapar tak terlalu dihiraukannya lagi. Pikirannya lebih disibukkan dengan ucapan pramuniaga tadi. Apakah ia seorang muslim? Ataukah di Singapura ada peraturan yang mewajibkan seorang penjual makanan harus paham masalah halal/haram? Ah, tak tahu lah yang penting pramuniaga tadi telah berjasa memberitahu keberadaan makanan yang semula akan dibelinya sehingga barang haram itu batal masuk ke dalam mulutnya. Alhamdulillah Yaa Rabb, Kau masih menyelamatkan aku, ucap Bu Nur perlahan. Peristiwa serupa kembali terjadi selang beberapa bulan kemudian saat Bu Nur mengunjungi salah satu mall besar di bilangan Jakarta. Saat melewati sebuah toko kue, lagi-lagi Bu Nur tergiur dengan sebuah kue tart yang cantik bentuk dan warnanya. Enak banget sepertinya kue ini, pikir Bu Nur. Tanpa ragu Bu Nur menghampiri pramuniaga yang sedang berdiri di dekat etalase toko seraya menunjuk kue tart yang ia inginkan sekaligus menanyakan harganya. Dengan sopan pramuniaga yang tadi mematung berkata kepadanya, “Ma’af, ibu tidak bisa membeli kue tart ini karena mengandung alkohol”. Dug, ia kaget mendengar jawaban itu. Sambil melongo Bu Nur pun berucap,” Ooh begitu, terima kasih ya Mbak sudah memberi tahu saya”. Perkataan seperti itu rasanya tak asing lagi bagi Bu Nur. Sesaat kemudian pikirannya kembali melayang mengingat kejadian beberapa waktu silam saat ia berada di Changi Airport. Bu Nur berlalu melewati toko itu sambil terbengong-bengong keheranan dengan apa yang baru saja ia alami. Tak menyangka bahwa masih ada orang yang berani menjajakan makanan yang tidak halal di daerah yang penduduknya mayoritas muslim tanpa ada peringatan atau pemberitahuan secara tertulis. Atau justru Bu Nur-kah yang terlalu ceroboh dan naif dengan menganggap aman makanan yang ada di tanah air sendiri? Alhamdulillah, lagi-lagi Bu Nur mengucap syukur kepada Zat Yang Maha Pengatur karena pramuniaga tadi telah diberikan keberanian untuk berterus terang tentang keadaan barang dagangannya sehingga ia pun terjauh dari makanan yang haram. Seandainya pemilik toko mengetahui apa yang dilakukan oleh pegawainya, boleh jadi pramuniaga tadi akan dimarahi oleh boss-nya bahkan mungkin saja dipecat karena dagangannya batal dibeli orang. Kadang urusan memilih makanan ini terlihat sepele namun ternyata kehalalan dan kethoyibannya termasuk sebuah perkara yang sangat penting bagi umat Islam. Tentu ianya berpengaruh dengan daging yang tumbuh dalam diri kita. Mungkin akan lain lagi ceritanya jika yang membeli kue tadi adalah anak laki-lakinya yang senang memakai kaos dan celana jeans. Setelah merunut-runut dua kejadian itu, Bu Nur tersadar bahwa pramuniaga yang bekerja di dua toko kue tadi, pada waktu dan tempat yang berbeda itu, kedua-duanya tidak serta merta tahu keislamannya jika bukan terlihat dari penampakan luar. Oh, rupanya jilbab yang dikenakannya menunjukkan identitas diri Bu Nur sebagai seorang muslimah. Ya, ternyata jilbab turut menjaga seseorang dalam berbagai masalah kehidupan termasuk menyangkut urusan makanan. Syukurlah fenomena mengenakan jilbab sudah mulai menjamur dan tidak asing lagi bagi masyarakat kita yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Berbagai model dan warna jilbab yang dipadukan dengan aneka baju muslimah yang cantik mudah ditemukan di banyak toko dan butik. Pun sudah banyak perancang busana terkenal yang ikut andil memperkaya ragam jilbab dan baju muslim/ah di tanah air kita. Bahkan tak sedikit pula yang sudah berhasil diekspor ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Brunai. Seyogyanya tak hanya penampakan luar yang harus diperhatikan, penampakan dalam seperti akhlak, budi pekerti, ucapan dan perilaku yang islami tak kalah pentingnya dalam mempercantik pribadi seseorang. Semua itu adalah pilihan. Manusia diberikan akal untuk menentukan sebuah pilihan dan setiap pilihan (apapun bentuknya) pasti ada konsekuensinya. Semoga kita selalu dimudahkan dalam mengambil sebuah pilihan. Tentunya satu pilihan untuk dua tujuan, yaitu dunia dan akherat, aamiin.


Oleh Mira Kania Dewi
Sumber: http://eramuslim.com/oase-iman/mira-kania-dewi-jilbab-menjagaku-dari-makanan-haram.htm