Tidak ada yang lebih aku sesali dari pada penyesalanku terhadap hari dimana ketika matahari tenggelam, sementara umurku berkurang tetapi amalku tidak bertambah (Abdullah bin Mas'ud).

Sabtu, 13 Februari 2010

Wanita yang Lebih Cantik dari Bidadari Surga

Harumnya Bidadari

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sekiranya salah seorang bidadari surga datang ke dunia, pasti ia akan menyinari langit dan bumi dan memenuhi antara langit dan bumi dengan aroma yang harum semerbak. Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kecantikan Fisik

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rombongan yang pertama masuk surga adalah dengan wajah bercahaya bak rembulan di malam purnama. Rombongan berikutnya adalah dengan wajah bercahaya seperti bintang-bintang yang berkemilau di langit. Masing-masing orang di antara mereka mempunyai dua istri, dimana sumsum tulang betisnya kelihatan dari balik dagingnya. Di dalam surga nanti tidak ada bujangan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُم بِحُورٍ عِينٍ

“Demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.” (Qs. Ad-Dukhan: 54)

Abu Shuhaib al-Karami mengatakan, “Yang dimaksud dengan hur adalah bentuk jamak dari haura, yaitu wanita muda yang cantik jelita dengan kulit yang putih dan dengan mata yang sangat hitam. Sedangkan arti ‘ain adalah wanita yang memiliki mata yang indah.

Al-Hasan berpendapat bahwa haura adalah wanita yang memiliki mata dengan putih mata yang sangat putih dan hitam mata yang sangat hitam.

Sopan dan Pemalu

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati bidadari dengan “menundukkan pandangan” pada tiga tempat di Al-Qur’an, yaitu:

“Di dalam surga, terdapat bidadari-bidadari-bidadari yang sopan, yang menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan? Seakan-akan biadadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. Ar-Rahman: 56-58)

“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya.” (Qs. Ash-Shaffat: 48)

“Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya umurnya.”

Seluruh ahli tafsir sepakat bahwa pandangan para bidadari surgawi hanya tertuju untuk suami mereka, sehingga mereka tidak pernah melirik lelaki lain.

Putihnya Bidadari

Allah Ta’ala berfirman, “Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. ar-Rahman: 58)

al-Hasan dan mayoritas ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah bidadari-bidadari surga itu sebening yaqut dan seputih marjan.

Allah juga menyatakan,“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam kemah.” (Qs. Ar-Rahman: 72)

Maksudnya mereka itu dipingit hanya diperuntukkan bagi para suami mereka, sedangkan orang lain tidak ada yang melihat dan tidak ada yang tahu. Mereka berada di dalam kemah.

Baiklah…ini adalah sedikit gambaran yang Allah berikan tentang bidadari di surga. Karena bagaimanapun gambaran itu, maka manusia tidak akan bisa membayangkan sesuai rupa aslinya, karena sesuatu yang berada di surga adalah sesuatu yang tidak/belum pernah kita lihat di dunia ini.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman, “Aku siapkan bagi hamba-hamba-Ku yang shalih sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas oleh pikiran.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Setelah mengetahui sifat fisik dan akhlak bidadari, maka bukan berarti bidadari lebih baik daripada wanita surga. Sesungguhnya wanita-wanita surga memiliki keutamaan yang sedemikian besar, sebagaimana disebutkan dalam hadits,

“Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan lagi, seorang manusia telah Allah ciptakan dengan sebaik-baik rupa,

“Dan manusia telah diciptakan dengan sebaik-baik rupa.” (Qs. At-Tiin: 4)

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”

Beliau shallallahu’‘alaihi wa sallam menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”

Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”

Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutra, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.” (HR. Ath Thabrani)

Subhanallah. Betapa indahnya perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebuah perkataan yang seharusnya membuat kita, wanita dunia, menjadi lebih bersemangat dan bersungguh-sungguh untuk menjadi wanita shalihah. Berusaha untuk menjadi sebaik-baik perhiasan. Berusaha dengan lebih keras untuk bisa menjadi wanita penghuni surga..


Maraji’:
Mukhtashor Hadil al-Arwah ila Bilad al-Afrah (Tamasya ke Surga) (terj), Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah.

Sumber : www.muslimah.or.id

Jabir bin Abdillah (Wafat 74 H)

Jabir bin Abdullah meriwayatkan 1.540 hadist, Ayahnya bernama Abdullah bin Amr bin Hamran Al-Anshari as-Salami. Ia bersama ayahnya dan seorang pamannya mengikuti Bai’at al-‘Aqabah kedua di antara 70 sahabat anshar yang berikrar akan membantu menguatkan dan menyiarkan agama Islam, Jabir juga mendapat kesempatan ikut dalam peperangan yang dilakukan pleh Nabi, kecuali perang Badar dan Perang Uhud, karena dilarang oleh ayahku. Setelah Ayahku terbunuh, aku selalu ikut berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

Jabir bin Abdullah pernah melawat ke Mesir dan Syam dan banyak orang menimba ilmu darinya dimanapun mereka bertemu dengannya. Di Masjid Nabi Madinah ia mempunyai kelompok belajar , disini orang orang berkumpul untuk mengambil manfaat dari ilmu dan ketakwaan.

Ia wafat di Madinah pada tahun 74 H. Abbas bin Utsman penguasa madinah pada waktu itu ikut mensholatkannya.

Sanad terkenal dan paling Shahih darinya adalah yang diriwayatkan oleh penduduk Makkah melalui jalur Sufyan bin Uyainah, dari Amr bin Dinar, dari Jabir bin Abdullah.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber :
- Biografi jabir dalam Al-Ishabah 1/213 dan Tahdzib al-Asma 1/142.

diakses dari forum-unand.blogspot.com

Zaid bin Tsabit (Wafat 45 H)

Nama lengkapnya adalah Zaid bin Tsabit bin Adh-Dhahak bin Zaid Ludzan bin Amru, dia masuk islam ketika umur 11 tahun ketika perang Badar terjadi.


Perjalanan Hidupnya

Nabi menyerahkan bendera Bani Malik bin an-Najjar kepada ‘Imarah sebagai komandan perang Tabuk, lalu Nabi mengambilnya dan diserahkan kepada Zaid bin Tsabit. Ketika beliau memintanya, maka Imarah bertanya, ”Ya Rasulullah, apakah engkau akan menyerahkan sesuatu yang engkau berikan kepadaku?. Beliau menjawab,” Tidak, tetapi al-Quran harus didahulukan, dan Zaid bin Tsabit lebih banyak menguasai bacaan Al-Quran daripadamu”.

Zaid juga sebagai penulis wahyu bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.

Saat Umar menjadi Khalifah dia diangkat sebagai amir (gubernur) Madinah sebanyak 3 kali di ibukota atau di wilayah pusat kekuasaan, dan dia juga ditugaskan untuk mengumpulkan al-Quran atas perintah Abu Bakar dan Umar sebagai mana dijelaskan dalam riwayat yang diriwayatkan oleh Bukhari : “Zaid bin Tsabit berkata” Aku disuruh menghadap Abu Bakar berkenaan dengan pembunuhan yang dilakukan penduduk Yamamah, dan ketika itu dihadapan nya ada Umar bin al-Khaththab. Lalu Abu Bakar berkata, “Jika perang terus berkecamuk banyak memakan korban jiwa kaum muslimin, banyak para penghapal al-Quran di negeri ini terbunuh, dimana akhirnya banyak bagian al-Quran yang hilang maka agar al-Quran dibukukan, aku berpandangan sama dengan Umar, engkau laki laki yang cerdas dan masih muda, maka cari dan kumpulkanlah (Mushaf) al-Quran”.

Zaid bin Tsabit adalah seorang ulama yang kedudukannya sama dengan para ulama dari kalangan sahabat lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ”Umatku yang paling menguasai ilmu Faraidh adalah Zaid bin Tsabit”. Riwayat lain yang senada terdapat dalam riwayat Imam an-Nasa’I dan Ibnu Majah, dimana nabi bersabda, ”Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar, yang paling kuat kesaksiannya dihadapan Allah adalah Umar, yang paling diakui perasaan malunya adalah Utsman dan yang paling menguasai faraidh adalah Zaid bin Tsabit.”.

Ketika Zaid bin Tsabit wafat maka Abu Hurairah berkata, ”Telah wafat orang terbaik dari umat ini semoga Allah menjadikan Ibnu abbas sebagai penggantinya”.


Wafatnya
Ia wafat di Madinah pada tahun 45 H dalam usia 56 tahun (dalam riwayat lain ia wafat tahun 51 H atau 52 H).


Sumber :
- Zaid bin Tsabit dalam dari biografi Shafwah ash shafwah Ibnu Jauzi, Al-Istia’aab Ibn Al-Barr.

diakses dari forum-unand.blogspot.com

Abdullah bin Khuzafah As Sahmi Bertemu Kaisar Romawi

Pada tahun 19 H, Umar ibnul Khaththab mengutus pasukan memerangi Romawi. Salah seorang di antara mereka adalah Abdullah ibnu Huzhafah as-Sahmi. Saat itu, Kaisar Agung Romawi mengetahui kabar kedatangan pasukan muslimin, kekuatan iman yang ada di dalam dada mereka, keyakinan teguh mereka, serta keikhlasan atas diri mereka di jalan Allah.

Lalu ia menyuruh pasukannya jika menang atas pasukan muslimin untuk membawa hidup-hidup tawanan kepadanya dan Allah menakdirkan Abdullah ibnu Huzhafah termasuk dalam tawanan pasukan Romawi itu. Mereka membawa Huzhafah menghadap Kaisar. Mereka berkata, “Orang ini adalah tawanan dari sahabat Muhammad yang telah lama memeluk Islam. Kami membawanya untukmu.”

Raja Romawi menatap Abdullah ibnu Huzhafah dalam-dalam dan berkata, “Aku akan menawarkan kepadamu sesuatu?”

Abdullah menjawab, “Apa itu?”

Raja Romawi tadi, “Aku menawarkanmu untuk memeluk Nasrani. Jika engkau lakukan, aku akan membebaskanmu dan memberimu kemuliaan.”

Berkatalah Abdullah, “Enyahlah, sesungguhnya, kematian lebih aku sukai seribu kali lipat daripada apa yang engkau tawarkan.”

Kaisar pun berkata, “Tetapi aku melihatmu sebagai seorang laki-laki yang kesatria. Jika kau mengabulkan tawaranku, aku akan membagimu kerajaanku dan menjadikanmu pemimpin.”

Tersenyumlah Abdullah yang terikat itu dan berkata, “Demi Allah, seandainya engkau pun akan memberikan seluruh kerajaanmu dan seluruh kerajaan yang ada di Arab agar aku meninggalkan agama Muhammad, sungguh tidak akan pernah aku lakukan.”

Raja itu kemudian berkata, “Aku akan membunuhmu!” Abdullah menjawab, “Silakan kerjakan apa yang kau inginkan.”

Lalu Kaisar menyuruh pengawalnya untuk menyalib Abdullah. Ia berkata kepada algojonya, “Panahlah dari dekat mulai dari tangannya.”

Raja Romawi itu terus menawarkan Abdullah untuk memeluk Nasrani, tetapi Abdullah tetap dalam pendiriannya.

Raja itu berkata lagi, “Panahlah kedua kakinya,” sambil terus menawarkan Abdullah agar meninggalkan agama Muhammad. Akan tetapi, Abdullah tetap dalam pendiriannya.

Lalu Raja Romawi tadi memerintahkan untuk berhenti dan menurunkan Abdullah dari tiang salib. Kemudian ia memerintahkan untuk mengambil kuali besar dan memasukkan minyak ke dalamnya. Lalu kuali itu dipanaskan di perapian. Dan ia menyuruh membawa para tawanan dan melemparkannya salah seorang mereka ke dalamnya, sehingga dagingnya remuk dan meleleh hingga tulangnya kelihatan.

Lalu Kaisar menoleh kepada Abdullah ibnu Huzhafah dan mengajaknya untuk memeluk Nasrani. Tetapi hasilnya, Abdullah semakin mantap dengan pendiriannya.

Ketika kaisar telah putus asa, ia memerintahkan untuk melemparkan Abdullah ke dalam kuali yang telah dimasuki dua orang sahabatnya. Ketika akan masuk, ia menangis dan air matanya bercucuran. Para pengawal tadi pun memberi tahu Raja Romawi tadi bahwa Abdullah menangis.

Raja Romawi itu mengira bahwa Abdullah takut dan berkata, “Kembalikan ia kepadaku.”

Ketika berada di depan Raja Romawi, ia kembali menawarkannya memeluk Nasrani, tetapi Abdullah tetap enggan. Kaisar berkata, “Celakalah engkau! Lalu apa yang membuatmu menangis?”

Abdullah berkata, “Yang membuatku menangis adalah bahwa aku berkata kepada diriku, ‘Sekarang kau dilemparkan ke kuali ini dan kau pun mati, sedang aku ingin sekali memiliki nyawa yang banyak bagi jasadku, sehingga semuanya dilemparkan ke dalam kuali di jalan Allah.’”

Kaisar lalu berkata, “Maukah engkau mencium dahiku dan aku akan melepaskanmu?”

Abdullah berkata, “Engkau akan melepaskan semua kaum muslimin?”

Kaisar berkata, “Ya, semua kaum muslimin.”

Abdullah berkata, “Aku berkata di dalam hatiku. Ia adalah musuh Allah, aku mencium dahinya lalu ia melepaskanku dan semua kaum muslimin, hal itu tak ada masalah bagiku.”

Lalu ia mendekat dan mencium dahinya. Kemudian Kaisar melepaskannya dan semua kaum muslimin.

Setelah peristiwa itu, Abdullah ibnu Huzhafah datang menghadap Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu … Lalu ia menceritakan semua yang dialaminya. Mendengar cerita itu, Umar al-Faruq amat senang.

Ketika ia melihat para tawanan, ia berkata, “Setiap muslim wajib mencium dahi Abdullah ibnu Huzhafah. Dan akulah yang akan mencium pertama kali.” Kemudian ia berdiri dan mencium dahinya.



Sumber :
- Shuwar min Hayaatis Shahabah, karya Doktor ‘Abdurrahman Ra’fat Basya.

Abdullah bin Khuzafah As Sahmi Bertemu Kisra

Sahabat yang memeluk Islam dari sejak dini sempat mengikuti emigrasi ke Abessinia kemudian hijrah ke Madinah. Beliau sempat mengikuti penaklukan daerah Syam (Suriah dan sekitarnya), tapi malang beliau tertawan oleh pasukan Romawi dalam penyerbuan di Kaisariah. Beliau meninggal di Mesir di masa pemerintahan Utsman bin Affan.

Seorang sahabat yang dikenal dengan Abdullah ibnu Huzhafah as-Sahmi. Sejarah telah mencatat sepak terjang laki-laki ini sebagaimana pahlawan yang tidak pernah hilang dari benak orang Arab, bahkan Islam amat berjasa kepada Abdullah ibnu Huzhafah dengan mempertemukannya dengan para pemimpin dunia pada masa hidupnya seperti Kisra Parsi dan Kaisar Rum. Kisah Abdullah ibnu Huzhafah dengan kedua raja itu merupakan cerita yang tidak akan terlupakan sepanjang masa dan akan senantiasa terukir di dalam sejarah.

Kisah dengan Kisra Raja Parsi terjadi tahun 6 H ketika Nabi berniat untuk mengutus beberapa sahabat beliau untuk menyampaikan surat-surat kepada raja-raja non-Arab untuk mengajak mereka memeluk Islam. Dan Rasulullah amat mengetahui risiko dari tugas-tugas itu. Para utusan tersebut akan pergi menuju daerah-daerah yang ditentukan oleh Nabi yang belum pernah mereka tempuh sebelumnya. Para utusan tadi tidak menguasai bahasa mereka dan tidak mengetahui bagaimana karakter raja-raja tersebut. Mereka akan mengajak raja-raja tersebut untuk meninggalkan agama mereka, melepaskan wibawa dan kekuasaan mereka, selanjutnya memeluk suatu agama yang sebelum ini pengikutnya berasal dari masyarakat mereka sendiri. Ini merupakan perjalanan yang amat berisiko. Hidup dan kembali dengan selamat atau mati di sana.

Karena tugas yang mulia dan berat ini, Rasulullah mengumpulkan para sahabat beliau dan berkhotbah di depan mereka. Setelah mengucapkan hamdalah membaca syahadat, Rasulullah berkata, “Amma ba’du. Sesungguhnya aku berniat untuk mengutus sebagian kalian kepada para raja non-Arab. Maka janganlah kalian berseteru dengan mereka sebagaimana kaum bani Israel terhadap Isa ibnu Maryam.”

Para sahabat berkata kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah, kami akan melaksanakan apa yang engkau inginkan. Maka utuslah siapa saja dari kami yang engkau kehendaki.”

Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam. memilih enam orang sahabat beliau untuk menyampaikan surat dakwah kepada para raja Arab dan non-Arab. Salah seorang dari mereka adalah Abdullah ibnu Huzhafah as-Sahmi. Ia diutus untuk menyampaikan surat Nabi kepada Kisra Raja Persia.

Abdullah ibnu Huzhafah telah mempersiapkan perjalanannya. Ia meninggalkan istri serta anaknya. Dalam perjalanan, ia naik-turun bukit dan lembah seorang diri. Tiada yang menemaninya selain Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga akhirnya ia menginjakkan kaki di perumahan Parsi. Ia kemudian meminta izin untuk menemui raja mereka, salah seorang pengawal mengambil surat yang dibawanya.

Ketika itu, Kisra menyuruh pengawal memanggil para pejabat istana untuk menghadiri majelis. Mereka pun hadir semuanya. Setelah itu, Abdullah ibnu Huzhafah diizinkan memasuki istana.

Abdullah masuk menemui Kisra hanya dengan memakai pakaian yang tipis, selendang yang dijahit tebal. Ia begitu mencerminkan kesederhanaan orang Arab.

Akan tetapi, ia adalah seorang yang tinggi tegap, bahunya lebar dan berisi karena kemuliaan Islam, di hatinya terhunjam kuat keimanan. Ketika Kisra melihatnya dengan mantap dan menyuruh salah seorang pengawalnya mengambil surat yang ada di tangannya, Abdullah berkata, “Tidak. Rasulullah menyuruhku untuk menyerahkannya kepadamu langsung dan aku tidak mau menyalahi amanah Rasulullah.”

Kisra pun berkata kepada pengawalnya, “Biarkanlah dia memberikannya kepadaku.”

Lalu Abdullah mendekati Kisra dan menyerahkan surat tersebut. Kemudian Kisra memanggil seorang penulis bangsa Arab dari Hirah dan menyuruhnya untuk membuka surat yang ada di tangannya dan membacakan surat tersebut kepadanya.

Bismillahirhamanirrahim.

Dari Muhammad Rasulullah kepada Kisra yang agung Raja Parsi, keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk.

Tatkala Kisra mendengar potongan kalimat tersebut, bergejolaklah api kemarahan menyesakkan dadanya. Mukanya memerah, keluarlah keringatnya karena marah, karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memulai suratnya dengan namanya sendiri. Kisra langsung merebut surat itu dan merobeknya tanpa ingin mengetahui lanjutan isi surat tersebut. Ia berkata dengan nada marah, “Apakah ia menulis ini untukku, padahal ia adalah hambaku?”

Kemudian ia mengusir Abdullah ibnu Huzhafah dari istana. Abdullah pun langsung keluar. Abdullah ibnu Huzhafah keluar dari istana Kisra dan ia tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya. Dibunuh atau dibiarkan bebas? Akan tetapi, ia tetap yakin dan berkata, “Demi Allah, aku tak peduli apa yang akan terjadi setelah aku menyampaikan surat Rasul.”

Lalu ia pun menunggangi kudanya dan pergi. Setelah kemarahan Kisra reda, ia menyuruh pengawalnya untuk memanggil Abdullah, tetapi Abdullah sudah tidak ada. Mereka mencari-carinya di setiap tempat. Mereka mencarinya di jalan menuju Arab dan mereka hanya mendapati bekas jejaknya.

Ketika Abdullah menghadap Rasul, ia menceritakan apa yang telah terjadi tentang Kisra yang merobek surat beliau. Mendengar hal itu, Rasul hanya berkata, “Allah akan menghancurkan kerajaannya.”

Kemudian, Kisra menyuruh wakilnya, Badzan, di Yaman untuk mengutus dua orang kuat dari Hijaz untuk menyusul Abdullah dan membawanya kembali. Lalu Badzan mengutus dua orang laki-laki pilihannya menemui Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam untuk menyampaikan sebuah surat. Surat tersebut berisi agar Rasul membiarkan orang tersebut membawa Abdullah ke Kisra segera. Badzan meminta dua orang tersebut menemui Rasul dan mengutarakan urusannya.

Maka dua orang itu pun segera berangkat. Ketika sampai di Thaif, ia menjumpai para pedagang Quraisy dan bertanya kepada mereka tentang Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam. Mereka menjawab, “Ia sekarang ada di Yatsrib.”

Para pedagang tadi membawa berita gembira tersebut ke Mekah. Mereka menceritakan berita baik itu kepada kaum Quraisy dan berkata, “Bergembiralah. Sesungguhnya, Kisra akan menghalangi Muhammad dan akan menghentikan dakwahnya.”

Sedangkan dua orang utusan itu terus melanjutkan perjalanan ke Madinah. Setelah menemui Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, mereka memberikan surat Badzan dan berkata, “Maharaja Kisra menulis surat kepada raja kami, Badzan, untuk menjemput kembali orang yang datang kepadanya beberapa hari yang lalu. Kami datang untuk menjemputnya. Jika engkau mengizinkan, Kisra mengucapkan terima kasih kepadamu dan membatalkan niatnya untuk menyerangmu. Jika engkau enggan mengizinkannya, maka dia sebagaimana engkau ketahui, kekuatannya akan memusnahkanmu dan kaummu.”

Rasulullah pun tersenyum dan berkata kepada utusan itu, “Sekarang pulanglah kalian berdua dan besok kembali lagi.”

Keesokan harinya, utusan itu kembali menemui Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Apakah engkau telah mempersiapkan apa yang akan kami bawa menemui Kisra?”

Nabi berkata, “Kalian berdua tidak akan menemui Kisra setelah hari ini. Allah akan membunuhnya. Pada malam ini, bulan ini, anaknya, Syirawaih akan membunuhnya.”

Mereka menatap tajam wajah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, mereka terlihat sangat geram lalu berkata, “Kau sadar apa yang kau ucapkan? Kami akan mengadukannya kepada Badzan.”

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Silakan! Katakan kepadanya, ‘Agamaku akan sampai dan tersebar di kerajaan Kisra.’ Dan kamu, jika engkau masuk Islam aku akan menjadikanmu raja bagi kaummu.”

Kedua utusan itu pergi dari hadapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Mereka langsung menemui Badzan dan menceritakan apa yang telah terjadi. Badzan berkata, “Jika benar apa yang kalian katakan, berarti ia benar adalah seorang Nabi. Jika tidak, kita akan lihat apa yang akan terjadi.”

Belum lama mereka bersama Badzan, datanglah surat dari Syirawaih, “Aku telah membunuh Kisra untuk membalaskan dendam kaum kami. Ia telah membunuh orang yang kami muliakan, menawan para wanita kami, dan merampas harta-harta kami. Jika surat ini datang ke tanganmu, maka aku sekarang adalah raja kalian.”

Setelah membaca surat itu, ia membuangnya dan langsung menyatakan memeluk Islam, kemudian orang-orang Furs dan Yaman juga memeluk Islam.

Sumber :
- Shuwar min Hayaatis Shahabah, karya Doktor ‘Abdurrahman Ra’fat Basya.