Tidak ada yang lebih aku sesali dari pada penyesalanku terhadap hari dimana ketika matahari tenggelam, sementara umurku berkurang tetapi amalku tidak bertambah (Abdullah bin Mas'ud).

Kamis, 19 November 2009

MENGEJAR AMPUNAN DI HARI ARAFAH

Dituturkan oleh Ummul Mu’minin Aisyah bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:

“Tidak ada suatu hari yang Allah lebih banyak membebaskan seseorang dari api Neraka melainkan hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat dan berbangga di hadapan malaikatnya seraya berkata: Apa yang mereka inginkan?”(HR. Muslim,1348).
Selanjutnya dari Abu Qatadah bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wassalam ditanya tentang puasa Arafah, beliau menjawab :

“Puasa Arafah menghapus dosa tahun lalu dan tahun yang akan datang”(HR. Muslim,1662).

Ketahuilah bahwa hari Arafah merupakan hari yang penuh dengan keutamaan pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini. Karena hari Arafah adalah hari pengampunan dosa, hari bagi jemaah haji untuk wukuf, dan dianjurkan bagi yang tidak berhaji untuk berpuasa pada hari itu. Hari itu adalah hari penyempurnaan agama dan nikmat yang agung kepada umat islam. Hingga mereka tidak butuh agama selainnya. Allah menjadikan agama islam sebagai agama penutup dari ummat ini, tidak diterima agama apapun selain islam.

Dari ‘Umar bin Khaththab bahwasanya seorang Yahudi yang berkata padanya,”Wahai Amirul Mu’minin, sebuah ayat dalam kitab kalian yang kalian membacanya, andaikata ayat itu turun kepada kami,niscaya hari turunnya ayat itu akan kami jadikan hari raya.” ‘Umar bertanya,”Ayat apa itu?” Dia menjawab,”Firman Allah yang berbunyi :

“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu agamamu.”(QS. Al-Maidah (5) : 3).

‘Umar kembali berkata,”Sungguh kami mengetahui hari dan tempat turunya ayat itu, ayat itu turun kepada Nabi kita dan dia sedang berdiri di Arafah pada hari jum’at.”(HR. Bukhari,45.Muslim,3017).


Sumber : Ensiklopedi Amalan Sunnah di bulan Hijriah, karya Abu ‘Ubaidah Yusuf as Sidawi dan Abu‘Abdillah Syahrul Fatwa.

1 komentar: